Senin, 19 Maret 2012

Bidadari Penghias Bumi


            Pagi ini aku sangat bahagia, bisa lulus SMA dengan predikat yang memuaskan. Bangga bisa menjadi contoh di keluargaku. Aku terlahir di bumi ini tidak sendiri kawan… ada empat saudaraku. Dua kakakku dan dua adikku. Kebetulan aku adalah anak lelaki satu-satunya yang dimiliki oleh ayah dan ibuku, maka apapun yang aku mau pasti dituruti.
            “ He minggir… ngapain di jalan bengong begitu..???” aku kaget dan tersadar setelah mata elang cewek tersebut menatapku. Hanya seorang maba pikirku, tidak beda denganku. Aku yakin dalam satu minggu pasti aku mendapatkannya.
            Ini adalah kuliah perdana, sudah hampir ratusan mahasiswa yang ku jumpai merona-rona semua raut mukanya mungkin itu adalah ekspresi bahagia yang tak dapat dijelaskan oleh ribuan rangkaian kata-kata sekalipun.
           
          Di salah satu kampus terbesar di mamuju inilah aku melanjutkan pendidikanku. Aku sengaja mengambil ‘Sastra Bahasa Indonesia’ hanya ada dua alasan yang melatar belakanginya. Pertama aku memang orang Indonesia yang kedua sebagai modal bisa disebut juga ‘amunisi’ untuk menaklukkan kaum hawa. Terbukti sudah sekitar dua puluh siswi di SMA kemarin yang rela kukuras isi dompetnya dan kujejali kehormatannya. Hingga aku terkenal di teman-teman priaku sebagai ‘ Arjuna ‘ tapi tidak untuk teman-teman cewekku dia lebih senang menyebutku sebagai ‘Penjahat Kelamin’. Tapi aku hanya bisa tersenyum, karna itu kesenanganku kawan.
            Ku lanjutkan pencarianku, ruangan yang sesuai dengan jadwal tempatku untuk belajar hari ini. C.2.1 wah ini dia ruangan yang udah kucari-cari dari tadi. Ku langkahkan kakiku dengan santai, mataku sibuk melihat satu per satu cewek yang ada di ruang kelas ini. Aku terhenyak, ternyata si jilbab merah tadi satu ruangan denganku.
            Awal perkuliahan ini hanya diisi dengan ocehan dosen yang tak berbobot dan perkenalan yang selayaknya dilakukan oleh anak-anak TK sampai tingkatan SMA. Suatu hal yang membuang-buang waktu untuk tingkatan mahasiswa sepertiku. Bukannya kita (Mahasiswa) mempunyai cara tersendiri untuk saling mengenal, toh kita kan sudah dewasa. Ocehanku yang hanya berlabuh dipikiranku.
            Teman-temanku telah berhamburan keluar dari ruangan, kecuali aku dan si jilbab merah tadi. Karna ku baca ini adalah sebuah peluang  maka kudekati dia.
            “ Hay…  gi apa?” tanyaku. “Gak ji… cuman malas aj keluar” jawabnya. “ sama yach, dengan ku. Ku juga malas”. Obrolanku berlangsung dengan santai ahirnya setelah berbagai kata manis mengalir ke otaknya cewek tersebut tanpa malu meminta no HP-ku. Aku tersenyum karna jurus pertamaku telah berhasil aku terapkan, wajar seperti halnya cewek lain yang pernah menjadi korbanku, begitu mudah mereka menerima bualanku.
            Mushallah kampus, Ar-Rasyidin begitu tertulis di papan nama yang berdiri di depan bangunan kecil tersebut. Di dalam mushallah sangat bersih, keserasian cat yang melapisi dinding dan candela sangat sedap dipandang, hingga Mahasiswa yang berkunjung di mushallah tersebut pasti akan merasakan kenyamanan yang sangat. Masih di ruang mushallah, ada enam cewek yang begitu asyik mendengarkan materi.
            “ Kak, kenapa kita mesti berjilbab? Kan jilbab bukan jaminan apakah wanita tesebut baik atau tidak.” Tanya salah satu peserta kajian.
“ Dek, Sesungguhnya perhatian islam terhadap  wanita muslimah akan menemukan dalam hukum Islam perhatian sangat besar agar mereka dapat menjaga kesuciannya, serta supaya menjadi wanita yang mulia dan memiliki kedudukan yang tinggi. Dan syarat-syarat yang diwajibkan pada pakaian dan perhiasannya tidak lain adalah untuk mencegah kerusakan yang timbul akibat tabarruj (berhias diri). Inipun bukan untuk mengekang kebebasannya akan tetapi sebagai pelindung baginya agar tidak tergelincir pada lumpur kehinaan atau menjadi sorotan mata. Selain itu Jilbab juga merupakan ketaatan, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an.

 “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36)

“ Lalu bagaimana dengan jilbab yang hanya sampai pada lengan, jilbab yang menutupi seluruh badannya kecuali muka dan satu lagi bagaimana hukumnya ‘Cadar’ Kak?

“ Hal ini membutuhkan jawaban yang sangat mendalam lagi, tapi ada satu pesan dari Kakak, “ Selama hal itu masih bersandarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah maka tidak menjadi masalah.” Dan hukum Cadar menurut Ulama besar, Ibnu Qayyim, hal itu menjadi wajib. Sesuai dengan perkataannya “ Seluruh tubuh wanita itu adalah aurat yang wajib ditutupi “ pesan Kakak lagi, “ Cintailah islam secara menyeluruh, selama dia masih mengucapkan syahadat itu adalah saudara kita.”

Tanpa komando para Mahasiswi yang tadinya  berkerumun, berdiri dan saling menyalami ini mungkin pertanda kajian mereka tlah berahir. “ Namirah, meskipun usia kita sama tapi yang menjadikanmu lebih disegani karna pengetahuanmu yang sangat dalam tentang Islam.” Komentar Asmi setelah mengikuti Materi tadi. Namirah hanya bisa tersenyum. Mereka berdua menuju ruang B.1 untuk menerima materi kuliah perdananya.

Sudah dua minggu perkuliahan berjalan, di hati Rahmad ada semacam dilema. Ini bukan masalah ilmu yang telah digelutinya selama ini fine-fine aja. Hanya masalah cinta baginya, tak ada sedikitpun tantangan untuk meraihnya. Kalau dia mau seratus gadis di kampus ini pasti dia dapatkan. Siapa sih yang tidak mau dibonceng pergi-pulang kampus dengan Kawasaki Ninja RR, udah orangnya tajir, pinter dan gagah lagi, pokoknya cowok dambaan setiap cewek.

“ Said, aku bosan dengan ini semua, bisakah kau carikan diriku mahiswi yang kau anggap susah untuk mendapatkannya.” “Apakah dirimu belum puas, telah memiliki apa yang kau mau?.” “Bukan seperti itu, cuman aku muak dengan kemudahan yang aku jalani ini.” “ Iya, aku baru ingat ada anak Bahasa Inggris yang terkenal pintar, dan ramah. Cobalah apakah bisa kau tklukkan dengan gombalanmu itu.”

Setelah mendapat informasi dari teman baikku, ku bergegas mencari informasi tentangnya aku tidak ngin mensia-siakan waaktu sedikitpun.  “ Eh, maaf. Anak bahasa inggris kah?.” “ Iya, kau siapa?” “Kenalin aku Rahmad.” “ Aku Asni.” Jawabnya singkat. “ Ada perlu apa?”  “Gini aku anak Bahasa Indonesia, aku dapat tugas nich dari ketua BEM untuk mencari informasi tentang mahasiswa yang memberikan kontribusi terhadap Mahasiswa lain baik kecil atau besar pengaruhnya. Menurut anda adakah dari anak Bahasa Inggris yang memilikinya?” tanyaku dengan sedikit tipuan, dan sepertinya tipuanku sudah menjalar diseluruh tubuhnya. “Iya ada, namanya Namirah. Dia mahasiswi yang cerdas.” Obrolanku berlangsung cukup lama.

Kemarin si Asni bilang kalau Namirah tinggal di rumah neneknya. “Jln. Andi Depu.” Begitu ucapnya. Ku melangkah dengan kesungguhan, “ aku berjanji dalam waktu dekat aku akan mendapatkan cintamu, bahkan juga menikmatimu”, begitu kalimat penyemangatku.

Aku dipersilahkan duduk oleh seorang janda berumur sekitar enam puluh tahunan, “ Iya aku tinggal bersama cucuku disini, Namirah. Dia lebih suka tinggal di sini. Dia tidak ingin tinggal bersama orang tuanya, padahal tidak jauh rumahnya dari sini.” “Kenapa Nek.” Tanyaku menyelidik. “ Iya, selama Namirah tau kalau ibunya selama ini berpenghasilan dari uang bunga. awalnya Namirah sering mengingatkan orang tuanya yang sudah menjanda sekitar se-windu. Tapi apa hendak dikata, orang tua Namirah tetap pada pendiriannya, dia berdalih semenjak ditinggalkan suami tidak ada lagi yang bisa menopang ekonomi keluarga dan itulah satu-satunya cara yang dilakukannya agar kebutuhan yang selama ini menuntut dapat dipenuhinya. Karna Namirah tidak ingin makan dan dibiyayai dengan uang haram maka Namirah tinggal bersamaku di sini. Dia anak yang baik hingga saat ini untuk mencari uang kuliah dan makan ia bekerja di sebuah fotocopy. “ jelas nenek Namirah.

Aku pulang dengan setumpuk informasi mengenai Namirah, tapi kebaikannya tak menjadikan surut niatku untuk meraih hatinya dan merusaknya. Patas saja Asni pernah mengatakan, “ kecantikan dan kebaikan Namirah membuat Manusia dan Jin menginginkan untuk memilikinya.” Aku hanya bisa tersenyum menjawabnya.

Ahirnya Namirah luluh hatinya, setelah tiga minggu aku ber-pose sebagai malaikat didepannya berhasil membuatnya menerimaku. Langkah pertama sudah berhasil. Tapi ada satu hal, aku menginginkan lebih dari pada ini. “Aku ingin menyentuhnya dan …. “ keinginanku sudah berada di ubun-ubun hanya menunggu waktu aja.

Suatu yang kebetulan, mala mini Namirah ada mata kuliah. Setelah memaksa berkali-kali dia baru mengizinkan aku untuk mengantarnya. Tak lama setelah menunggu Namirah pulang, aku ajak ia untuk berkeliling mengitari indahnya kota manakarra ini. sepanjang pantai telah berdiri tenda-tenda yang menyajikan berbagai makanan dan minuman. Aku  dan Namirah memilih Café Nanda. Kupesan Es Kelapa, ku ajak ia berbincang-bincang sebagai pengisi waktu. Setiap kata yang keluar dari mulutku telah kutaburi rasa kepercayaan bahwa aku-lah cinta terahir Namirah, akulah pendamping seumur hidupnya. Namirah hanya terdiam. Sudah satu jam aku menikmati  suguhan dan Indahnya desiran suara ombak itu sudah membuatku puas. Ku ajak Namirah pulang.

Di teras rumah inilah aku ingin beraksi, “Namirah sebentar lagi engkau akan merasakan betapa manisnya surge dunia.” Gumamku. Ku ajak Namirah duduk di bangku. Aku mulai meraih kedua tangannya. Anehnya Namirah tetap dalam kebisuannya. Ku buka perlahan kancing bajunya. Dia juga diam. Ku coba untuk kecup keningnya, itung-itung sebagai tanda kasih sayangku padanya, maklum selama berpacaran dengannya aku takk pernah merasakannya. Baru sedetik aku tinggalkan kecupanku di keningnya.

“Plak…!!!”. Tangan lembutnya berubah menjadi kerikil terjal yang mendarat di pipiku. Aku heran dan kesakitan. “ Ada apa Namirah.” Tanyaku keheranan. “Pergi dari sini atau aku akan berteriak.” “Tapi ada apa?” tanyaku masih tak mengerti. “Pergi….!!!” Akupun segera meninggalkannya.

Minggu begitu cepat berlalu dan bulan demi bulan juga mengikutinya. Tak pernah sedikitpun aku temukan Namirah di kampus ini. kata teman karibnya, “Semenjak kuliah malam ia tak pernah lagi terlihat di kampus ini.” begitu ucap Asni. “Namirah…!!!, dimanakah dirimu berada..???.”

Ku datangi rumah neneknya, Nenek Namirah keluar dengan mata bercucuran dan memegang secarik kertas katanya jika aku datang kertas itu harus diserahkan padaku, ucap Namirah.

“ Kak…!” aku minta maaf…. Ini aku tulis dengan air mata bercucuran…. Menanggung dosa yang telah aku lakukan. Aku tak bisa menjaga kesucianku… aku sekarang adalah orang hina yang menanggung beban dosa… Kak sudah bertahun-tahun aku jaga kesucian ini, berharap orang yang telah di-halal-kan oleh Allah lah yang memilikinya. Namun tidak…. Ini salahku, membiarkanmu dekat denganku. Ntah apa yang akan ku katakana nanti kepada Rabb-ku.”

“ Kak… ber-Islam-lah…. Agar kakak mengerti betapa berartinya kehormatan wanita…. “


“Senyum yang layu….”
                                                                                                                        Namirah

            Tak terasa mataku di aliri oleh cairan bening. “Lalu kemana perginya Nek..” “Ntahlah Nenek tidak tau…, hanya ada satu keluarganya disini. Mungkin ke rumah bibinya”.

            Setelah bertemu bibinya yang beralamatkan di Puncak, ketika aku Tanya Namirah, ia hanya terdiam. Lalu ia melangkah ntah kemana, aku mengikutinya. Ia berhenti sejenak. Ku baca papan nama yang berdiri di antara jalan masuk “Pekuburan Islam”. Aku heran kenapa bibi membawaku kemari. Bibinya Namirah pun melanjutkan langkahnya. Dia berdiri di sudut gundukan tanah yang ditaburi bunga-bunga yang masih segar.. Tulangku serasa rontok, bibirku bergetar hebat setelah aku lihat di kayu yang ditancapkan di atas gundukan tersebut, “Namirah binti Abdullah.”  

            Namirah… maafkan aku…. Namirah… bangunlah… dan beri Maaf diriku yang hina ini…. selalu aku ucapkan kata penyesalan itu. Ku berhenti ketika dunia terasa gelap…. Dalam ketidak sadaranku… ku lihat Namirah tersenyu… bagai  bidadari… dikawal oleh beberapa malaikat. “ Namirah….!!!”



Pelataran Masjid Raya Mamuju
“Masjid Suada’” 11:50 Wita
Senin, 03 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar