Senin, 28 Mei 2012

Tembikar Tua


Malam yang sunyi, seperti biasa kusempatkan diriku untuk sujud pad-Nya. Permintaanku hanya dua yang paling urgen, yaitu bahagia di dunia dan bahagia di ahirat.  Aku masih percaya akan hal itu meskipun aku terlahir bukan dari keluarga taat, namun aku rajin shalat. Apalagi aku sering berkecimpung dalam organisasi ke-Islaman yang sarat akan aturan Islam.

            Sebagai mahasiswa aku memiliki banyak waktu luang dan waktu luang itulah yang aku manfaatkan untuk lebih mendalami Agamaku. Pertama aku masuki organisasi ke-Islaman A. aku senang karna yang mendominasi adalah Mahasiswa, mulailah aku direkrut menjalani Tarbiyah. Semua berjalan dan mendidikku sebagai insan yang kuat akan aqidah dan taat menjalankan ibadah. Itu semua berjalan hampir dua semester,  hingga perekrutan ke dua selama aku memasuki organisasi A tersebut. Pada perekrutan ke-dua ini kurasakan ada hal yang berbeda, ada salah seorang akhwat (julukan kaum hawa yang taat) yang sangat menarik tak cantik namun membuat mata enggan berkedip bila menatapnya, tak menarik namun kita enggan pergi bila didekatnya. “ Alangkah eloknya, jika aku bisa jalan bersama dengan akhwat tersebut.” Gumamku-tak sadar bila nafsu telah bermain.

            Malam yang sunyi, ku sendiri di dalam Sekretariat duduk di bangku dan tanganku bersandar di atas meja setengah biro sibuk membolak-balik kertas. Tanganku tak mau diam sebelum ku temukan Foto yang mirip akhwat tersebut, setelah beberapa lama hatiku lega. “yach ini dia…” sambil melirik foto dan Seluruh biodata yang terdapat di Formulir tersebut. “Nur Afifah.. emmm nama yang sangat sederhana namun
menyimpan Makna yang sangat dalam…” bibirku pun enggan diam, sibuk membahas kelebihan akhwat tersebut hingga akhirnya Nomor HPnya tak luput dari pandanganku, dan kumanfaatkan sebagaimana mestinya.

            Empat bulan aku telah terbuai akan drama yang kumainkan, seolah akulah aktor yang ulung, menutup mata dan telinga tanpa menggubris lagi nasihat-nasihat dalam hati yang tersisa. “ Kak Mif.. (Miftahuddin) bisa antarkan saya ke kampus ?” Tanya Ifah (Nur Afifah) saat ia turun dari motor setelah ku antar dari jalan-jalan. “Oke ntar aku antar… Jadwalnya jam 16.00 kan..? jadi ntar aku kembali setelah shalat Ashar oke ?. “ jawabku sambil memainkan alis meminta pendapatnya. “Oke Kak” kembali suara merdu terdengar dari sosok Unik Ifah.

Kurasakan indah pada pandanganku, semua tingkah laku dan permainan yang ku jalani dengannya. Aku nikmati semua perjalanan itu… sungguh lelaki… mungkin nafsuku yang tak dapat ku tekan. Aku tak rela jika hanya pertemanan aku tertarik dengan hubungan yang lebih-mungkin Pacar. Mulailah aku terfokus akan motivasi itu. Malam ini mungkin, setelah ku jemput ifah dari kampus aku bisa mendeklarasikan hubungan yang special yang telah akan ku jalin malam ini.

            Setelah ku jemput Ifah dari kampus sementara ku parkir kendaraanku, “ Kak Masuk ke Rumah dulu “ seperti biasa aku tak menolak tawaran Ifah. Tanpa ragu kulangkahkan kakiku ke ruang tamu. Disini sepi, kedua orang tua Ifah sedang keluar. Aku mulai memperbaiki posisi tempat dudukku seolah memantapkan niat untuk menjadikannya pacarku.

“ Dek, udah lama kita jalan sudah empat bulan lebih …. Boleh Kakak Tanya sesuatu…???” tanyaku tanpa keraguan. “Iyaka’… Ada Apa..?” jawabnya dengan nada polos seolah tak terjadi apa-apa. “Dek sebenarnya kakak suka  ma adek…Kakak ingin Adek menjadi Pacarku lebih dari sekedar teman, gimana Dek..?” Ku lihat kedua alisnya melengkung….. mungkin tanda tak yakin bahwa selama ini sosok lelaki yang tadinya orang yang kebal akan godaan sekarang leleh dengan perasaan yang menipu. “ Maaf ka’ kita menjadi selayaknya kakak dan adik saja, ini semua sebenarnya salahku kak… membiarkan kakak bermain di batas kewajaran, kak maafkan Ifah…!!!” ku liat cairan bening menetes dari sudut mata kiri Ifah.

Semenjak malam itu, aku tak pernah hadir menemuinya…. Meskipun bisa saja aku tampil selayaknya kakak di matanya. Namun semua itu aku kubur dengan perasaanku yang tak kunjung bersambut. Menjalani organisasi A yang telah lama ku masuki serasa asing bagiku, teman menurut kaca mata pemikiranku tak selayaknya orang yang sungguh-sungguh menjalankan organisasi yang berdasarkan Islam. Islam melarang Khalwat, Berbaur tanpa hijab itu semua sudah bagaikan makanan sehari-hari anggota Organisasi. Sudah kusampaikan pula ke Murabbi namun berkali-kali murabbi menjelaskan serasa itu hilang tak berbayang.

            Aku pergi mencari jati diri, ku masuki organisasi B, C dan D. Aku telah menemukan Hal baru yang seakan tak pernah menghilangkan semangatku untuk mendalami Ilmu Islam. Aku pun dilibatkan dalam struktur Organisasi tersebut. Aku senang bisa melenggangkan sayap tanpa kekang namun… itu semua masih di dalam koridor syari’ah. Entah mengapa tak berapa lama ku masuki organisasi B tersebut… aku malah kenal dengan seorang akhwat, cukup menarik. Seperti halnya para remaja lainnya… aku mulai tersandung oleh api asmara cinta-nya…  aku sadar ia pun sadar… namun api asmara tak terbendung oleh seribu macam alasan yang ingin menentangnya.

            Jatuhlah diriku ke dalam sandiwara cinta yang ku mainkan. Hingga saat itulah aku mulai tak aktif tarbiyah…  jika aku memikirkan tentang cinta yang belum saatnya itu aku jadi malu, gimana tidak…. Si Akhwat tersebut masih saudara dengan Murabbiku.  Aku pun terhempas  entah ke mana….  Pikiranku sepi….. Bisik-bisik kelam telah meniupkanku ke tempat yang rasanya aku bisa bertahan…. Lama….. kadang aku tertawa, senyum dan menutup mata akan nasehat-nasehat yang telah aku pahami dahulu….

            “ Buat apa belajar ISLAM…. Islam itu sama ga’ ada baiknya….  Banyak yang katanya organisasi yang berlandaskan Islam eh… taunya cuman bo’ongan…. Banyak Ustad yang tersesat gara-gara binaannya Akhwat yang kelewat.  Katanya g’ mau pacaran… eh buat janjian di pinggir jalan… katanya sering shalat kok khalwat..???” itulah bisikan-bisikan yang menyertaiku. Pikiranku telah terkendali oleh semua persoalan yang memicu ketidak percayaanku pada semua yang mengaku Islam. Hingga perubahan yang sangat pun ku alami… tadinya aktif shalat di masjid lambat laun shalat di Rumah… Shalat di rumah sehari utuh…. Beberapa hari kemudian bolong…. Hingga akhirnya tak ada sama sekali aktifitas Shalat yang ku kerjakan.

            Aku pun lelah….. Menapaki jalan terjal yang terhampar hingga ujungnya…. Akhirnya aku putuskan bahwa Allah-lah yang akan Menemuiku…. Bukan diriku yang Menemuinya (Mencarinya).  Hingga saat itu salah seorang anggota Organisasi E,  ku mintai sebuah tanggapan. “ Aku lelah menapaki jalan terjal… dan Ku temukan jalan yang membuat aku tenang.”  Kalimat tersebut aku kirimkan melalui SMS. Tak beberapa kemudian SMS jawaban Muncul. “ Semoga kakimu menapak pada jalan-Nya.” Singkat  namun penuh makna. “ Kakiku kaku untuk mencari-Nya, Aku bisa tertawa, Tersenyum meskipun jalan yang kutapaki itu kotor.” Jawabku. Aku sangat gemar berdiskusi dengannya dengan perumpamaan.  “ Jika kaki mu lelah melangkah… berikan ia secercah harapan akan balasan… hingga kakimu dapat melangkah lagi menemukan jati dirinya.” Jawabnya… saat ini kurasakan  diskusi ini semakin memanas. Aku pun sadar yang ku lakukan bukanlah meminta pendapat, namun  debat yang tak mungkin aku mengikutinya…. Dan tak mungkin pula dia mengikutiku (membenarkanku). Ku pertegaskan lagi… “ Kakiku lelah…. Biarkanlah… kakiku menapak pada ketenangan  yang dirasakannya, karna ia tak sanggup berjalan lagi.” Setelah beberapa menit SMS balasan masuk. “ Jika kaki itu mempunyai tangan maka mintalah bantuan kepadanya.” Itulah SMS terakhirnya.

            Aku tak menghiraukannya…. Aku senang dengan aktifitas baruku… Aku mulai kenal dengan media-media pengumbar dosa mealui teman dan internet…. Aku jadikan malamku sebagai siang dan siangku sebagai malam…  begitu terus…..  hingga hari, minggu dan bulan berganti. Ku manfaatkan wanita yang  ku kenal, bahkan aku tak ingat apakah ini dosa meskipun aku sadar.  Mata…. Tak berarti meskipun aku punya…. Telinga tak berarti meskipun aku dengar….. Aku mulai menekuni Ritual dosa  sebagai pelampiasan akan ketenangan yang baru kudapatkan….

            Hingga saat itu….. aku merasakan lelah…. Ternyata kebahagiaan itu tak pernah bertahan hingga lama…. Dengan sadar… ku bersandar Di dinding tembok. Mataku bercucuran …… beningnya air keluar dari sudut kedua mataku. Ku lihat jelas didepan mataku… aku sendiri baring di atas Tembikar Tua…. Tubuh kurus…. Lemah tak berdaya… disampingku…. Gambaran-gambaran jelas akan siksaan… detik-detik pergantian giliranku… Aku menangis sesenggukan…. Ku ingin tumpahkan air mata tanpa sisa… selama tiga menit itu kurasakan… Aku mulai terbangun…. “Untung aku masih hidup…..” ucapku sambil menyeka air mataku.

            Aku ingat semua akan episode-episode yang telah kulewati…. Betapa jauhnya aku telah melangkah…. Hingga melupakanmu ya Allah…. Aku mulai tersadar…. Memang… Saudara se-Islamku itu salah… melanggar Syari’at….. Melanggar aturan yang telah tetapkan…. Namun itu masih kecil ketimbang kesalahanku…. Kesalahan terbesarku adalah… Mengerti akan kesalahan  mereka (orang yang membuat salah) namun bukan menyadari namun Menyontohnya..  tanpa melihat orang lain yang sudah berlaku benar tentang ISLAM, tanpa melihat jerih payah orang-orang yang mengharumkan nama ISLAM…. Itu semua belum aku lihat….. hingga aku sadar.

            Akupun.. melangkah dengan kertas baru….  Berusaha menjadi orang baik….  Memperbaiki semua kesalahan langkah dan menggantinya dengan langkah yang berarti… menutup semua dan sekali-kali mengingat langkah-angkah kakiku yang suram.

            Entah hingga kapan…. Keikhlasan lah… yang menyertaiku…. Menemukan jati diri setelah terendam lama di perjalanan Benci….  Kembali mencoba menyapa mentari…. Bahwa diriku telah kembali berjalan pada jalan Ilahi.

Mamuju, 28 Mei 2012
11.50 Wita, Di Kos Sandiwara
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar