Malam
yang sunyi, seperti biasa kusempatkan diriku untuk sujud pad-Nya. Permintaanku
hanya dua yang paling urgen, yaitu bahagia di dunia dan bahagia di ahirat. Aku masih percaya akan hal itu meskipun aku
terlahir bukan dari keluarga taat, namun aku rajin shalat. Apalagi aku sering
berkecimpung dalam organisasi ke-Islaman yang sarat akan aturan Islam.
Sebagai mahasiswa aku memiliki
banyak waktu luang dan waktu luang itulah yang aku manfaatkan untuk lebih
mendalami Agamaku. Pertama aku masuki organisasi ke-Islaman A. aku senang karna
yang mendominasi adalah Mahasiswa, mulailah aku direkrut menjalani Tarbiyah.
Semua berjalan dan mendidikku sebagai insan yang kuat akan aqidah dan taat
menjalankan ibadah. Itu semua berjalan hampir dua semester, hingga perekrutan ke dua selama aku memasuki
organisasi A tersebut. Pada perekrutan ke-dua ini kurasakan ada hal yang
berbeda, ada salah seorang akhwat (julukan kaum hawa yang taat) yang sangat
menarik tak cantik namun membuat mata enggan berkedip bila menatapnya, tak
menarik namun kita enggan pergi bila didekatnya. “ Alangkah eloknya, jika aku
bisa jalan bersama dengan akhwat tersebut.” Gumamku-tak sadar bila nafsu telah
bermain.
Malam yang sunyi, ku sendiri di dalam
Sekretariat duduk di bangku dan tanganku bersandar di atas meja setengah biro
sibuk membolak-balik kertas. Tanganku tak mau diam sebelum ku temukan Foto yang
mirip akhwat tersebut, setelah beberapa lama hatiku lega. “yach ini dia…” sambil melirik foto dan Seluruh biodata yang
terdapat di Formulir tersebut. “Nur
Afifah.. emmm nama yang sangat sederhana namun
menyimpan Makna yang sangat dalam…” bibirku pun enggan diam, sibuk membahas kelebihan akhwat tersebut hingga akhirnya Nomor HPnya tak luput dari pandanganku, dan kumanfaatkan sebagaimana mestinya.
menyimpan Makna yang sangat dalam…” bibirku pun enggan diam, sibuk membahas kelebihan akhwat tersebut hingga akhirnya Nomor HPnya tak luput dari pandanganku, dan kumanfaatkan sebagaimana mestinya.
Empat bulan aku telah terbuai akan
drama yang kumainkan, seolah akulah aktor yang ulung, menutup mata dan telinga
tanpa menggubris lagi nasihat-nasihat dalam hati yang tersisa. “ Kak Mif.. (Miftahuddin) bisa antarkan saya ke kampus ?” Tanya
Ifah (Nur Afifah) saat ia turun dari motor setelah ku antar dari jalan-jalan. “Oke ntar aku antar… Jadwalnya jam 16.00
kan..? jadi ntar aku kembali setelah shalat Ashar oke ?. “ jawabku sambil
memainkan alis meminta pendapatnya. “Oke
Kak” kembali suara merdu terdengar dari sosok Unik Ifah.
Setelah ku jemput Ifah dari kampus
sementara ku parkir kendaraanku, “ Kak
Masuk ke Rumah dulu “ seperti biasa aku tak menolak tawaran Ifah. Tanpa
ragu kulangkahkan kakiku ke ruang tamu. Disini sepi, kedua orang tua Ifah
sedang keluar. Aku mulai memperbaiki posisi tempat dudukku seolah memantapkan
niat untuk menjadikannya pacarku.
“ Dek, udah lama kita jalan sudah
empat bulan lebih …. Boleh Kakak Tanya sesuatu…???”
tanyaku tanpa keraguan. “Iyaka’… Ada
Apa..?” jawabnya dengan nada polos seolah tak terjadi apa-apa. “Dek sebenarnya kakak suka ma adek…Kakak ingin Adek menjadi Pacarku
lebih dari sekedar teman, gimana Dek..?” Ku lihat kedua alisnya
melengkung….. mungkin tanda tak yakin bahwa selama ini sosok lelaki yang
tadinya orang yang kebal akan godaan sekarang leleh dengan perasaan yang
menipu. “ Maaf ka’ kita menjadi
selayaknya kakak dan adik saja, ini semua sebenarnya salahku kak… membiarkan
kakak bermain di batas kewajaran, kak maafkan Ifah…!!!” ku liat cairan
bening menetes dari sudut mata kiri Ifah.
Semenjak
malam itu, aku tak pernah hadir menemuinya…. Meskipun bisa saja aku tampil
selayaknya kakak di matanya. Namun semua itu aku kubur dengan perasaanku yang tak
kunjung bersambut. Menjalani organisasi A yang telah lama ku masuki serasa
asing bagiku, teman menurut kaca mata pemikiranku tak selayaknya orang yang
sungguh-sungguh menjalankan organisasi yang berdasarkan Islam. Islam melarang
Khalwat, Berbaur tanpa hijab itu semua sudah bagaikan makanan sehari-hari
anggota Organisasi. Sudah kusampaikan pula ke Murabbi namun berkali-kali
murabbi menjelaskan serasa itu hilang tak berbayang.
Aku pergi mencari jati diri, ku
masuki organisasi B, C dan D. Aku telah menemukan Hal baru yang seakan tak
pernah menghilangkan semangatku untuk mendalami Ilmu Islam. Aku pun dilibatkan
dalam struktur Organisasi tersebut. Aku senang bisa melenggangkan sayap tanpa
kekang namun… itu semua masih di dalam koridor syari’ah. Entah mengapa tak
berapa lama ku masuki organisasi B tersebut… aku malah kenal dengan seorang
akhwat, cukup menarik. Seperti halnya para remaja lainnya… aku mulai tersandung
oleh api asmara cinta-nya… aku sadar ia
pun sadar… namun api asmara tak terbendung oleh seribu macam alasan yang ingin
menentangnya.
Jatuhlah diriku ke dalam sandiwara
cinta yang ku mainkan. Hingga saat itulah aku mulai tak aktif tarbiyah… jika aku memikirkan tentang cinta yang belum
saatnya itu aku jadi malu, gimana tidak…. Si Akhwat tersebut masih saudara
dengan Murabbiku. Aku pun terhempas entah ke mana…. Pikiranku sepi….. Bisik-bisik kelam telah
meniupkanku ke tempat yang rasanya aku bisa bertahan…. Lama….. kadang aku
tertawa, senyum dan menutup mata akan nasehat-nasehat yang telah aku pahami
dahulu….
“
Buat apa belajar ISLAM…. Islam itu sama ga’ ada baiknya…. Banyak yang katanya organisasi yang
berlandaskan Islam eh… taunya cuman bo’ongan…. Banyak Ustad yang tersesat
gara-gara binaannya Akhwat yang kelewat. Katanya g’ mau pacaran… eh buat janjian di
pinggir jalan… katanya sering shalat kok khalwat..???” itulah
bisikan-bisikan yang menyertaiku. Pikiranku telah terkendali oleh semua persoalan
yang memicu ketidak percayaanku pada semua yang mengaku Islam. Hingga perubahan
yang sangat pun ku alami… tadinya aktif shalat di masjid lambat laun shalat di
Rumah… Shalat di rumah sehari utuh…. Beberapa hari kemudian bolong…. Hingga akhirnya
tak ada sama sekali aktifitas Shalat yang ku kerjakan.
Aku pun lelah….. Menapaki jalan
terjal yang terhampar hingga ujungnya…. Akhirnya aku putuskan bahwa Allah-lah
yang akan Menemuiku…. Bukan diriku yang Menemuinya (Mencarinya). Hingga saat itu salah seorang anggota
Organisasi E, ku mintai sebuah
tanggapan. “ Aku lelah menapaki jalan
terjal… dan Ku temukan jalan yang membuat aku tenang.” Kalimat tersebut aku kirimkan melalui SMS. Tak
beberapa kemudian SMS jawaban Muncul. “
Semoga kakimu menapak pada jalan-Nya.” Singkat namun penuh makna. “ Kakiku kaku untuk mencari-Nya, Aku bisa tertawa, Tersenyum meskipun
jalan yang kutapaki itu kotor.” Jawabku. Aku sangat gemar berdiskusi
dengannya dengan perumpamaan. “ Jika kaki mu lelah melangkah… berikan ia
secercah harapan akan balasan… hingga kakimu dapat melangkah lagi menemukan
jati dirinya.” Jawabnya… saat ini kurasakan
diskusi ini semakin memanas. Aku pun sadar yang ku lakukan bukanlah
meminta pendapat, namun debat yang tak
mungkin aku mengikutinya…. Dan tak mungkin pula dia mengikutiku
(membenarkanku). Ku pertegaskan lagi… “
Kakiku lelah…. Biarkanlah… kakiku menapak pada ketenangan yang dirasakannya, karna ia tak sanggup
berjalan lagi.” Setelah beberapa menit SMS balasan masuk. “ Jika kaki itu mempunyai tangan maka
mintalah bantuan kepadanya.” Itulah SMS terakhirnya.
Aku tak menghiraukannya…. Aku senang
dengan aktifitas baruku… Aku mulai kenal dengan media-media pengumbar dosa
mealui teman dan internet…. Aku jadikan malamku sebagai siang dan siangku
sebagai malam… begitu terus….. hingga hari, minggu dan bulan berganti. Ku
manfaatkan wanita yang ku kenal, bahkan
aku tak ingat apakah ini dosa meskipun aku sadar. Mata…. Tak berarti meskipun aku punya….
Telinga tak berarti meskipun aku dengar….. Aku mulai menekuni Ritual dosa sebagai pelampiasan akan ketenangan yang baru
kudapatkan….
Hingga saat itu….. aku merasakan
lelah…. Ternyata kebahagiaan itu tak pernah bertahan hingga lama…. Dengan sadar…
ku bersandar Di dinding tembok. Mataku bercucuran …… beningnya air keluar dari
sudut kedua mataku. Ku lihat jelas didepan mataku… aku sendiri baring di atas
Tembikar Tua…. Tubuh kurus…. Lemah tak berdaya… disampingku…. Gambaran-gambaran
jelas akan siksaan… detik-detik pergantian giliranku… Aku menangis sesenggukan….
Ku ingin tumpahkan air mata tanpa sisa… selama tiga menit itu kurasakan… Aku
mulai terbangun…. “Untung aku masih hidup…..” ucapku sambil menyeka air mataku.
Aku ingat semua akan episode-episode
yang telah kulewati…. Betapa jauhnya aku telah melangkah…. Hingga melupakanmu
ya Allah…. Aku mulai tersadar…. Memang… Saudara se-Islamku itu salah… melanggar
Syari’at….. Melanggar aturan yang telah tetapkan…. Namun itu masih kecil
ketimbang kesalahanku…. Kesalahan terbesarku adalah… Mengerti akan
kesalahan mereka (orang yang membuat
salah) namun bukan menyadari namun Menyontohnya.. tanpa melihat orang lain yang sudah berlaku
benar tentang ISLAM, tanpa melihat jerih payah orang-orang yang mengharumkan
nama ISLAM…. Itu semua belum aku lihat….. hingga aku sadar.
Akupun.. melangkah dengan kertas
baru…. Berusaha menjadi orang baik…. Memperbaiki semua kesalahan langkah dan
menggantinya dengan langkah yang berarti… menutup semua dan sekali-kali
mengingat langkah-angkah kakiku yang suram.
Entah hingga kapan…. Keikhlasan lah…
yang menyertaiku…. Menemukan jati diri setelah terendam lama di perjalanan
Benci…. Kembali mencoba menyapa mentari….
Bahwa diriku telah kembali berjalan pada jalan Ilahi.
Mamuju,
28 Mei 2012
11.50
Wita, Di Kos Sandiwara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar