Beberapa
kali aku mengikuti baksos kebahagiaan memang terasa ketika bisa mengumpulkan
uang utuk membantu saudara kami se-bangsa, se-tanah air dan se-bahasa
Indonesia, pagi ini kegiatanku bertitik pada simpang lima, sebagai korlap aku harus bisa menunjukkan sikap
kepemimpinan dan rasa tanggung jawab
bagi seluruh anggota baksos.
“ Kak rute kita ntar kemana Kak?.”
Tanya salah satu anggota baksos. De’ ntar ada dua titik yang kita akan jadikan
tempat untuk masyarakat Manakarra apabila ingin menyisihkan sebagian reskinya,
yang pertama kita gerak di simpang lima untuk satu jam trus kita menuju ke
pasar lama.” Jelasku… Ku lihat paras lugunya mengangguk-angguk ekspresi
mengerti atas penjelasanku tadi, ku pandangi satu per satu teman-teman untuk
memastikan mereka siap memulainya, ku raih megaphone
dari karton, dan kusampaikan seluruh jerit-tangis, penderitaan yang mereka
rasakan ketika bencana melanda mereka.
Lelah, setelah kembali ke kost, ku
guyur badanku agar kembali jadi segar, disetiap gemerciknya air yang jatuh dari
badanku, ku bayangkan semua yang telah terjadi ketika penggalangan dana untuk
Wasior, Papua Barat. Sepertinya ada yang mengganjal pada pikiranku, tapi apa
itu? Sepertinya ga’ ada yang beda
denga aksi yang lainnya. Otak terus ku putar menyusupi saraf-saraf, berharap
ada sebuah file yang tertangkap dan
masih tersimpan dalam otakku.
Malam semakin dingin kuniatkan untuk
beristirahat lebih cepat dari biasanya, karna besok pasti membutuhkan tenaga
yang super untuk melaksanakan aksi yang terahir, begitulah rekomendasi dari
pusat, kita melaksanakan penggalangan dana hanya dua hari. Hampir terpejam
mataku untuk meninggalkan alam nyata, kudengar deringan HP-ku, kubuka SMS yang
masuk.
“ Kak, yang semangat yach, besok
kita ketemu lagi, aku suka loh… ikuti kegiatan ini meskipun aku baru masuk di
organisasi kemahasiswaan ini, kak mat tidur… Ka’ lesung.. Pi… Pi…!!!” aku tak
hiraukan tentang apa isi, latar belakang dan tujuan penulis SMS tadi… ku
biarkan diriku terlelap dalam mimpi…
“ Kak lesung pipi?” ku toleh
kebelakang, hatiku gusar, ada sebuah ikatan batin yang kurasakan….. Ku pandangi
ada terbersit sebuah kata dalam pikiranku, “Perfect”.
“ Kak kok bengong ..?” “ Ah, engg..gak “ jawabku terbata-bata. “ Kak kenalkan,
aku Fitri Silvia Sari, kita Kak siapa?” aku bingung apa yang dia katakan, karna
aku telah ter-hipnotis oleh kecantikannya, tingkahnya, apalagi
suaranya. “Kak ditanya namanya kok malah melamun?” ucapnya membuyarkan
lamunanku. “Aku Alfit dek” jawabku spontan. “ ya udah aku mau kumpul ma
teman-teman dulu ya kak..” pintanya.. “Iya dek, makasih.” Sebenarnya aku ingin
lebih lama bersamanya, di dasar hatiku ada lengkingan suara dahsyat “
Fitri….!!!”,Aku terbangun dari tidurku seolah ada yang hilang dari dalam
hidupku.. Ku lihat jam tanganku, wah setengah jam lagi aku harus tiba di lampu
merah Pasar Baru. Ku raih handuk, pergi ke kamar mandi, setelah mandi siap-siap
pergi… kata-kata yang keluar dari mulutku seolah menjadi nyanyian penyemangat
aktifitasku.
Tiba di tempat star penggalangan dana, ku lihat jam tangan , “ Wah udah jam segini
belum ada yang datang. Dasar anak mamuju, jam karet…” udah jadi kebiasaan
mahasiswa atau pelajar di Mamuju masih lemah jika berhadapan dengan waktu, ga’
bisa on time.
Ku cari tempat parkiran motor,
sambil tunggu teman-teman yang belum datang ku jelajahi seluruh aktifitas
masyarakat mamuju yang berada di depan mata. Apakah mereka semua mendapatkan
kebahagiaan? Atau malah akulah orang yang belum siap menghadapi realita hidup
yang ada, apalagi kalau berkenaan dengan ‘cinta’, apa makna sesungguhnya dari
lima huruf tadi? Kenapa banyak orang yang mencarinya, merawatnya bahkan ada
yang menghindarinya? Belum terjawab semua pertanyaan, aku dikagetkan dengan tepukan
di atas bahuku , “Kak jangan melamun? Ntar jadi timun loch.” Wah sepertinya aku
pernah dengar suara ini, dimana ya?, perlahan ku tengok kebelakang, debaran
jantung mulai terasa ketika kutatap parasnya’ iya dia yang masuk dalam mimpiku
tadi malam, “kok sendiri dek?” tanyaku basa-basi. “Iya nich, soalnya se-kos
Cuma aku yang paling rajin bangunnya he… he…” sambil mengumbar senyum, “Duh
Tuhan mengapa ada ciptaan-Mu sesempurna ini..” tanyaku dalam hati. Perbincangan
tak berlangsung lama hanya sekedar
basa-basi tapi ada sesuatu yang tak pernah kulupakan, sesuatu itu telah
terpatri dalam hatiku;senyumnya.
“ Teman-teman ini adalah awal bagi
kita untuk memulai kebaikan, sebelum kita memulainya marilah kita berdo’a
bersama semoga semua aktifitas yang kita lakukan pada saat ini berjalan lancar
dari awal hingga akhir dan semoga bisa menjadi nilai tambah dalam ibadah kita”,
Amin!!!
Mamuju baru beberapa tahun menyandang
nama provinsi sudah terlihat perkembangan-perkembangan yang ada dalam kota
manakarra ini, dari segi pembangunan, ekonomi maupun sosial. Ku perhatikan
aktifitas teman-temanku, sungguh besar pengorbanan yang mereka lakukan,
berteriak, berjemur, bahkan bersusah payah menanggung beban malu ketika ada
teguran dari masyarakat, “Dek sok peduli, emang sampai dana itu kesana?” Tanya
salah satu masyarakat pengguna jalan. Bahkan ada pula suara canda yang
menyakitkan hati teman-teman kami. “ Aku Lapar…!” suara yang keluar dari mobil
plat merah, aku hanya bisa tertegun mendengarkan hal itu. Seandainya tak ada
yang peduli pada mereka, apakah pemerintah akan bertindak untuk meringankan
beban masyarakat yang ada di Wasior sana? Mau menolong aja masih saling
menyalahkan. Mungkin inilah realita hidup di abad modern: orang yang berbuat
baik masih dicela-cela.
“ Bagaimana kawan-kawan, berapa
jumlah dana yang sudah terkumpul..???” tanyaku setelah dana dihitung, “ada
sekitar empat juta rupiah setelah dua hari penggalangan.” “ gini ntar setelah shalat
dhuhur, Adi, Ridwan dan Riska ikut saya,
kita sama-sama untuk mentransfer uang tersebut.” Instruksiku pada teman-teman,
ku lihat paras keletihan dan kebahagiaan membalut wajah mereka.
Seperti biasa kelelahan telah
menyelimuti ragaku, kusempatkan untuk istirahat sejenak sebelum mandi, tapi
kelelahan ini memuncak ketika rasa penasaran tumbuh dalam pikiranku, dua hari
aksi meninggalkan bekas sayatan hati, aku berjanji kan mencari obatnya.
“ Mksih ats partisipasinya k-one?
Kami dari pusat sangat berbhagia atas bntuan teman-teman yang di Sul-Bar.. moga
Allah menjadikan sebagai nilai tambah dalam ibadah kalian… Ttd KETUM
(Zulfikar).
“ sama-sama K’.. Insya Allah.”
Balasku . setelah kubalas SMS dari Kanda Zul, hampir bersamaan pula datang
sebuah SMS.
“ Kak bisa bantu aku, soalnya aku
punya tugas ni..? “ Tugas apa?” jawabku singkat. “ Gini Kak, aku punya tugas
disuruh dosen translate-kan tugas Bahasa Inggrisku, kan Kakak jurusan Bahasa
Inggris, Bisa ya..? Please…” pintanya memelas. “Insya Allah dek, ntar ku ambil
tugasta’ kalo dah selesai ku kembalikan..” “Makasih Kak…”
Hari berubah menjadi minggu, minggu
berubah jadi bulan, tak terasa oleh ku, perkenalanku dengan sosok lembut Indah Zubaidah
telah menaburkan benih-benih Cinta yang sebelumnya telah tumbuh dalam mimpi, wajah yang sama tapi
berbeda nama. Saat ini yang terpenting adalah menanyakan apa sejatinya diriku
baginya, seorang teman, kekasih atau kakak. “ Yach ini harus kutanyakan, aku
tidak ingin lama hidup dalam ketidak pastian.”
Disela-sela kukerjakan tugas Power
Point-nya, kutanyakan sesuatu pada dirinya.” Dek aku mau tanya, ni serius?”
tanyaku dengan keberanian yang dipaksa-paksakan. “Kak sekarang waktunya
bercanda jangan serius-serius.. ku takut ni..” timpalnya. “ Dek ni soal
keberadaanku selama ini di hidupmu… Apa anggapanmu selama ini dengan ku?” ku
lihat kediamannya, seolah dia ingin merangkai kata-kata yang indah untuk diberikan kepadaku, agar tak
dapat melukai perasaanku sedikitpun. Ku pandangi bibir indahnya… “Gini kak… kan
selama ini kita dekat ma aku.. terus ku merasa….” Kata-kata itu terputus, karna
dia menyambut temannya yang baru datang. Tepat sebelum Ashar tugas itu telah
selesai. “ Dek ntar malam kita jalan yach… Intinya setelah Isya aku kesini.”
Aku tak peduli, dia mau atau tidak, tapi masalah ini bagiku sangat serius..
harus ada kelanjutannya.
Ku pulang dengan masih memikirkan
apa sebenarnya yang akan dia katakan padaku tadi, tapi itu semua kutepiskan
jadi mau tidak mau jawaban telah ada malam ini. Setelah shalat Isya’ ku
kendarai motorku menuju rumah yang tak asing bagiku, karna roda motorku telah
menjadi saksi telah berpuluhan kali menyusuri jalan ini.
“ Assalamu’alaikum..?” sapaku dari
luar. “Wa’alaikum salam.” Kutangkap jawaban salam dari dalam yang yang telah
aku kenal selama ini, merdu. “Eh kak, masuk.” Ku diam tapi kulangkahkan kakiku,
lalu aku duduk di sudut ruang tamu yang hanya ada dua kursi dan satu meja yang
semuanya mungil berdiri di pojok, samping lemari TV. Ku perhatikan Indah masuk
ke kamarnya, entah apa yang di lakukannya. Selang beberapa menit dia keluar dan
tersenyum yang aku tak pernah bosan melihatnya walaupun telah tiga ratus enam
puluh tiga kali dia lakukan kepadaku. “Ada apa Kak?” ucapnya mengawali
pembicaraan, “ Jadi g’ kita keluar..?” meskipun aku mengerti bahwa aku dan dia
tidak bisa keluar karna hujan dengan derasnya telah mengamuk di luar dan
anehnya hujan itu terjadi ketika langkah pertamaku memasuki rumahnya Indah. “
Gak ka’ Hujan…”.
Kediamanku telah menyita waktu yang
panjang ku lihat jam di HP-ku, “Wah udah jam 20:39 Wita. ‘Aku harus berani
jujur ma dia’ ucapku dalam hati seolah menyuntikkan motivasi dalam diriku.
Setelah kuambil posisi yang lebih
dekat dengannya, kuberanikan untuk jujur pada dirinya. “Dek, keb..bersamaan ini
te..telah kita jalani hampir empat bulan, tapi aku belum tau pasti apa
sejatinya diriku untukmu, tepatnya apa anggapanmu tentang aku selama ini.”
Tanyaku meskipun terbata-bata aku sudah merasa lega telah mengatakannya.
Sekarang giliannya, ku lihat Indah sedang mengambil posisi tepat menghadapku,
sebelum bicara ia juga telah mengambil nafas yang panjang, mungkin ini adalah
jawaban yang sangat sulit sehingga ia lakukan itu, “ Kak terus terang aku tidak
pernah dekat dengan lelaki manapun, hanya kakak lah yang paling aku percaya,
kakak tau sendiri ketika aku mau pulang kuliah aku minta kakak jemput, ketika
aku ada tugas kakak lagi yang aku minta kerjakan, Kak sebenarnya kakak selama
ini telah aku anggap sebagai kakakku sendiri.” Jawabnya sambil tertunduk.
Selepas jawaban itu, sekujur tubuhku dirasuki hawa dingin dan panas. Ku terdiam
menyadarkan diri, apa ini mimpi? Kucubit tanganku sendiri, aku masih merasakan
sakit, berarti bukan tapi kenapa harus terjadi, apa ada sesuatu seingga dia
tidak mau menganggapku sebagai kekasihnya… lamunanku jauh…
“ Alhamdulillah, jelas sudah. Terus
sekarang apa yang adek harapkan dari saya sebagai Kakak?” “Kakak yang terbaik”
jawabnya. Kupandangi wajahnya, “Wah malam ini ku punya adek baru” “Iya Kak” dia
menangis air mata bening mengalir deras dari sudut kedua matanya. Akupun tak
sadar meneteskan air mata pula. Aku tak mau hanyut dalam tangis ini dia bahagia
mendapatkan sosok seorang Kakak yaitu aku, tapi tangisku adalah tangis sedih…
kebersamaan ini yang kutanamkan dari awal adalah CINTA seorang kekasih pada
kekasihnya, namun sekarang harus berubah menjadi cinta kakak terhadap adiknya.
Adik yang tak mempunyai hubungan darah samasekali…. That is Crazy…
Dua minggu dari kejadian itu, aku
mulai paham ternyata Allah masih menyelamatkanku, seandainya aku diterima
menjadi kekasihnya pasti aku bisa tebak kemaksiatan akan berjalan terus,
ternyata setan telah bermain dalam hati dua manusia, kebersamaanku dengannya
melupakanku pada cita-citaku, keluargaku dan yang paling penting agamaku.
Detik ini aku Alfit Nur Alam tugas
utamaku adalah belajar dan terus belajar kutulis sebuah SMS untuk adik bruku, “
Thanks, I’m sorry, I had gone from your life. Now i understand with happened to
us. It’s opened my mind to look ahead, your Brother.” “ Alhamdulillah my
teacher is come, when you eh, my Brother give us BIMBEL again?
“ Sekarang “ jawabku. Ku mulai lagi
mengaja Bahasa Inggris kepada Indah dan teman-temannya Mahasiswi Kebidanan
Poltekes, kali ini mengajar bukan dengan CINTA namun KEIKHLASAN, bayang-bayang fatamorgana telah berlalu…
Mamuju, 12
Desember 2010