Sebelum pulang aku sempatkan bersama
ria untuk jalan-jalan, tidak seperti hari pertama dia datang. Aku tumbukkan
helm ke kepalaku sehingga muncul benjolan lumayan besar. Yah maklum banyak
alasan,, Bukan itu sih sebenarnya. Sebelum dia menginjakkan kakinya di Mamuju..
aku sempat bercerita tentang PPL-3 di Makassar, banyak hal indah dan getir yang
tak ku ceritakan. Menjelang ulang tahunnya, aku belikan dia Al-Qur-an yang
lumayan harganya bagiku, sampai-sampai sebelum aku meninggalkan kota daeng, aku
harus pinjam uang ke sepupuku Nhay.. dak papalah demi Cinta. Awal mula aku
bahas Bunga-teman kuliah sejurusan dengan Ria. Dia cantik dan mengenakan
jilbab.. sebenarnya dalam hatiku ini terbersit suatu harapan agar ria
mengenakan jilbab. Namun yang di dapat bukan jawaban tapi wajah cemberut hingga
ia sampai di Mamuju.
Aku jalan-jalan dengan ria di Rumah
adat, yah rumah adat kebanggaan Mamuju, dulu masih stinggi badan ilalangnya,
namun sekarang, meskipun membayar retribusi tak mengapa asalkan indah dan
terawat jua rumah adat kita. Aku diam, Ria tanya kenapa diam. Tidak ji, diam ku
itu, beberapa hari ini cukup singkat, aku ingin bersamanya... terus menerus...
aku ingin kebahagiaan ini tak pernah terputus... namun apalah daya, jarak
memisah,,, aku pun harus tabah. Duduk berdua , hanya ada dua botol pulpy, yang
menemani... sungguh indah... aku ingin
begini terus Ria... seperti ini... aku tak mau berpisah..
Malam terahir pun aku dan
teman-teman se-pa’ lolangan menemani dan menghibur bidadari-bidadarinya
masing-masing.. ku habiskan waktu hingga larut di Asrama RSUD Mamuju, esok
mereka akan pulang... tak ada yang lain yang kutakutkan, namun berubahnya rasa
bahagiaku menjadi rasa sedih, ditemani menjadi sendiri dan dia akan datang
masih dua bulan lagi.. maklum dia hanya sebatas konsultasi judul.
Aku hampir telat, mungkin aku
kelelahan tadi malam, hampir aku tak menyaksikan bidadariku pergi.. aku mandi,
dan bergegas menuju Asrama markas para bidadari berada.. aku melihat tas dan
koper rapi terletak disamping meja. Sambil melirik sana-sini ku panggil
bidadariku, dia paling tau kalau aku memasang wajah sedikit cemberut yang
terlontar dari bibir mungilnya pasti “kenapaki..?” sungguh perhatian yang
sangat tentram ku dengar. Tanpa basa-basi kudaratkan bibirku ke pipinya.”Kita’
to... kalasi lagi.”. “ya kan mauki hehehehe” tawaku.. ya hanya itu tak lebih..
Sembari menunggu mobil yang akan
datang menjemput Ria dan temannya kami main kartu, yah itu pengisi waktu,
sesekali aku membuatnya cemberut, bahkan hingga marah. Mungkin karna ini hari
terahir untuk waktu yang lama lagi kami bertemu maka Ria sedikit membiarkanku.
Sungguh indah memang jika berdua dengannya tak terasa waktu berjalan. Klakson
mobil berbunyi, aku bergegas keluar men-ceck apakah benar mobil jemputan untuk
kekasihku. Wah, ia. Benar sekali maka para pa’lolang tanpa basa-basi langsung
membawakan masing-masing bawaan sang bidadari mereka.
Tibalah kami berpisah, tak ada lagi
kebersamaan hingga dua bulan ke depan. Sepi, terbersit lagi ingin melakukan
hal-hal yang tak pernah kulakukan dengan Ria, entah mengapa dengan dia, cukup
cium dan peluk saja, Itupun aku takut. Aku begitu menghormatinya, menjaganya
kadang pula aku memberikan sedikit pesan agar dia menjaga kehormatannya.