Minggu, 13 April 2014

Sepasang Petir di Kabut Asa (1)

Gimana yach memulainya, penulis jadi bingung, kisah muda memang kisah unik, tak ada yang mampu membuat sesuai dengan apa yang dia minta karna kisah muda bukan kisah yang diada-ada. Sosok pemuda sebut saja Aris mengisahkan kisahnya padaku dan setelah menimbang, mengukur dan bla-bla-bla-bla,,,, ahirnya jadilah kisah yang akan menjadi pelajaran hidup bagi kita semua. Kisah ini gue kasi title “ Sepasang Petir di Kabut Asa”. Simak meki taaabe’....:

            “ Witteng tresno jalaran soko kulino “ itulah satu kalimat yang sering diucapkan eyang dulu. Katanya sih kalo bahasa moderennya “berseminya cinta itu karena keseringan” aku juga masih belum paham. Jujur bapak orang jawa, mama lahir di palopo sedangkan aku lahir di salogatta, jadi aku bisa buat suku baru JAPASAL dari pada ribet semuanyakan sudah mewakili nama tempat kelahiran masing-masing, tapi karna ribet ahirnya lebih disingkatin aja jadi JAWA SOLO, kok gitu??? Pasti kalian juga bingung... semua pertanyaansama  yang diajukan orang-orang. Solo-nya mana? Jawabnya cuman satu SOLOWESI. Hehehehe.

            Dari kata almarhum eyang-ku, aku sih tidak percaya. Apa ada cowok sepertiku bisa jatuh cinta?. Aku sudah tidak percaya sama wanita itu semenjak aku pacaran sama AMI, Ami suka gue, gue suka ami. Tapi mama ami tak suka gue sama halnya mama gue tak suka ami jadi gile.... brabe deh urusannye ye..... ke-
dua. Pacaran sama Imma, Cewek yang hobinya suka pake jilbab merah, baju merah, untung celananya tidak merah. Mana lagi kalo kuliah tengah hari lagi, apa tidak terbakar kampus. Pacaran hampir genap setengah semester aku kecelakaan, motor hancur, sudah diperbaiki dan bisa dikendarai lagi. Masalahnya dimana yach..?. Eh, hampir lupa masalahnya Imma nelpon curhat, katanya dijodohin. Aku bersyukur tdak jadi, jadi bisa lanjut lagi. Sebulan tidak ada kabar ahirnya dia datang aku diajaknya keliling dengan sepeda motor produksi tahun 2008-2009 aku iya’in... setelah hari hampir gelap, diberinya aku amplop-yach aku jadi melotot... apa itu...???? “Datang yach di hari pernikahan ku... aku berharap sekali..”. Nasyeb.

            Mulai dari semester lima aku ga’ pernah lagi kenal yang namanya pacaran serius, serius berarti siap mampus. Bermodal jadi guru PPL aku sudah bisa ML, ( kok buka-bukaan yach ceritanya apa da’ malu RIS??? Yach da papa sudah tobat kok Insya Allah tak terjerumus lagi. Udah hampir 4 bulan, ya dah terusin) tapi aku tak suka jika aku pacaran sama muridku sendiri. Tentunya setelah penarikan ku lakukan. Adek yang sering menemani menghabiskan malam di malam minggu.

            Kos-kosan tempat bebas, tapi tak semua tak termasuk kos yang ku tempati, semenjak tak pernah lagi ada panggilan aku jadi gulung sarung sendiri-aneh biasanya gulung tikar. Banyak teman yang tiba-tiba masuk ke kamar, curhat, bla-bla-bla... yah maklum lama tak dapat nafkah batin dari suami-janda. Aris yang begitu haus, boleh-lah satu kali dan ahirnya malam itu yang terahir kali. Karena masih dekat aku dimintain uang sedkit dmi sdikit pas udah berjumlah dua ratus ribu entah dia pindah kos kemana aku pun tak tau. Nilai dua ratus ribu dibanding dengan pengalaman aku tak rugi. Tapi anehnya kenapa yach hampir semua temanku dihutangin, -tetangga2 kosnya. Wah, modus penipuan ala pindah kos.

            Kuteruskan saja hidupku, mengalir terus tak ada yang menghalangi. Sampai di suatu ketika cobaan untuk melakukan itu masih ada saja jalan. Kata kawan-kawanku “bola muntah bray” namanya Elhy, nak ingusan yang belum lulus SMA, entah karna permasalahan keluarga, aku tidak tau. Setahu saya anak itu suku jawa juga. Dia ikut dengan temanku, disewakan kos dibelakangku, namun ketika temanku yang tak begitu akrab itu pergi dia sering ke kos. Maklum tak ada yang tak suka kosku, surganya para anak kos. Aku sering membeli cemilan dan menumpuknya di lemari. Jika ia datang pasti aku suguhkan. Mungkin lantaran suka sama suka aku pun mau. Siapa yang tidak mau ? Kucing pun pasti mau jika disuguhkan ikan asin..... kapan tobatnya.

            Mungkin ini bisa dikatakan awal pertobatanku (penulis mlongo), seumur hidupku ini baru akan ku lakukan dalam hidupku. KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Salah mas, salah..... yang bener Kuliah Kerja Nyata). Berkunjung di desa tetangga memiliki adat, budaya sendiri. Mestinya aku tak bisa membawa gaya hidupku seperti ini ke tempat itu. Tepat, selama dua bulan menjalankan dua belas misi (program) ahirnya berjalan semua. Sayangnya dari ke-dua belas program itu hanya satu program yang sangat dibanggakan oleh masyarakat. Kata Pak Kaur Pembangunan, Desa ini sangat berterimakasih sekali atas kedatangan mahasiswa, karna biasanya kami menerima anak KKN itu dari kota sebelah ( Palu-Sulawesi Tengah. Maklum tempat KKN kami perbatasan antara Sulawesi Barat (Mamuju) dan Sulawesi Tengah) namun dari seluruh program tak ada yang bisa berbekas, namun setelah adik-adik datang adik telah memberi kado yang istimewa. ILMU, karna ilmu tak kan mudah hilang dan selalu dibutuhkan.

            Selama KKN ada satu cewek yang selalu ku ganggu, mungkin karna aku suka sama dia. Aku kagum dengan tingkahnya yang kalem, penyayang dengan anak kecil dan pintar masak. Pass untuk calon Ibu. Namanya Ria. Perjalanan ke Palu menjenguk sekdes yang kecelakaan menjadi kisah tersendiri, sebenarnya yang naik motor banyak namun aku tak sanggup mengikutinya. Sepanjang perjalanan hanya jari telunjuknya yang ku pegang, ntah mengapa sosok wanita ini aku sangat menghargainya, tak kubiarkan ia terluka, ternoda karna orang lain atau olehku sendiri.

            Dekatlah aku dengannya, setan penghuni asli di desa itu pun cemburu melihatku. (Kok bisa ? makanya ketik lagi mas, biar tau ceritanya.) bapak yang ku tempati itu suku bugis namun sudah berbaur, malahan dia bisa bahasa mandar, karna kebanyakan di Desa Sarude ini suku Mandar dan Kaili. Tapi tetap saja dialeknya ikut PALU ya wajar dari Toli-toli. Teman-temanku juga banyak yang dari Mandar. Karna satu daerah wal hasil banyak keluarga hilang yang telah ditemukan (maksudmu Ris apa? Keluarga hilang ? aneh-aneh saja. Bilang aja keluarga jauh yang belum pernah ke usut, dan ketika diusut silsilah keluarganya ahirnya ketemu gitu. OK lanjut) malam itu Bunda ingin diantar ke rumah keluarganya karna ingin bermalam disana, Ria diajak dan aku pun diajak bunda untuk menemani Ria. Sebenrnya Ria gak setuju namun setelah mendengar penjelasanku yang meyakinkan ahirnya ia mengangguk. Ia sangat menghormatiku mungkin karna aku tak pernah berlaku kasar padanya. Sepulang dari tempat yang lumayan jauh sekitar lima belas menit naik motor Bapak Posko, Aku dan Ria pulang. Dua motor sekarang hanya saya yang ada boncengannya. Aku merasakan hawa dingin di kaki kiriku. Aku mengeluh sama ria, aku ingin menggenggam tangannya namun hanya telunjuk yang aku bisa. “ Kalasi lagi ini..” ocehan kecil terlepas dari bibir mungilnya.

            Tiba di rumah aku setengah sadar, meronta dan bernafas tak teratur. Yang kurasakan dingin, dingin,,,, sepertinya ntah aku mau diajak kemana... aku tak sadar. Tiba-tiba aku terbangun banyak yang mengerumuniku. “Aris, Aris sudah baikan nak.?” Tanya Mama Ono’ Ibu Posko yang merawatku. “Iyya bu..”. ku lihat wajah takut dan kwatirnya Ria. Wajah itulah yang pertama kali membuat aku jatuh cinta-Ini mungkin yang dikatakan eyang dulu.. “Witing tresno”. Namun kulihat sebelahku Nay sepupuku pinsan. “Dia yang sedari tadi bacakan kamu ayat kursi malah pinsan.” Kata ibu posko.  Aku disuruh menggeser agak jauh. Berselang tiga menit temanku suku mandar langsung berteriak memberontak.... dengan bahasa kaili, menurut yang paham bahasa kaili katanya sakit lututnya, perutnya dan kepalanya, karna kecelakaan. Wallahu a’lam.. setelah sadar ahirnya kami tidur jama’aah.. namun tetap ada pemisah.

            Dua minggu sebelum penarikan KKN aku ungkapkan perasaan suka-ku pada Ria. Unik, malam itu aku tak butuh jawaban, aku hanya suruh dia berpikir apakah aku layak untuk diterima. Sebelum berangkat sholat jum’at aku tanya kembali ke Ria apakah udah ada jawaban tapi aku minta setelah shalat jum’at baru dijawab. Ahirnya ia juga suka padaku. Aku mulai jalani hari-hari seperti biasa. Namun sayang kisah cintaku tumbuh pada dua pekan ahir menjelang penarikan.

            Menjelang perpisahan se-kecamatan, sebenarnya serentak se-kabupaten Pasang Kayu namun berbeda tempat. Dua posko digabung untuk perpisahannya dan diarahkan ke Lapangan Sarjo. Ternyata Bapak Camat Sarjo pun bahagia dengan satu program yang dibanggakan Bapak Kaur, dan Berniat akan menjadikan program kecamatan sebagai program lanjutan. Wajar yang handle-kan pernah tau agama juga, lagian pematerinya dari KANDEPAG Pasang Kayu (Kantor Departemen Agama “ Salam buat H. Rusdin insya Allah kami akan berkunjung ke rumah bapak dan semua warga Desa Sarude” penulis makin repot nich dengan angan Aris) yang mantap membawakan materinya. Malam itu ku menyaksikan air mata tulus pra pelepasan KKN, aku tak meneteskan air mata sedikitpun, krna aku merasa bahwa aku masih bermalam disini malam ini.

            Pagi hari, bangun dengan perasaan campur aduk. Disaat melekatnya perasaan dengan masyarakat, bapak dan ibu posko cowok dan cewek dan teman-teman waktu telah merampas paksa kebahagiaan hampir dua bulan yang tertanam dan menyuruh kami untuk pergi. Pagi hingga siang itu banyak tumpahan air mata di Desa Sarude, air mata ingin menahan dan melepaskan. Aku pun terlalu sibuk mengurus mobil penjemputan dan ahirnya aku tak melihat pulangnya kekasih baruku yang baru dua minggu. Yah... mungkin hanya digariskan sampai disini. Tiba aku pamit, seolah aku pamit dengan orang yang sangaaat takut aku tinggalkan (smoga  semua sehat-sehat disana) aku meraung, air mataku deras mengalir, aku layaknya anak kecil yang ditinggal orang tuaku. Aku pun dinasehati, disuruh istigfar. Entah hubungan apa sampai membuatku seperti ini. Aku pulang dengan mata yang masih terselimuti mendung kesedihan.

            Tiba di kos-kosanku aku kembali pada tabiatku lagi, aku tak bermalam di kos ntah darimana dia (adek yang menemaniku menghabiskan malam minggu) tau kalo aku sudah kembali. Padahal aku masih berhubungan dengan Ria, iya dia pacarku waktu di KKN kemarin. Mungkin dia memiliki mata batin dia sungguh risau malam itu. Namun aku tak pernah menghiraukan. Beberapa bulan kemudian aku diajak menemani temanku ke Makassar tugas kantor, dengan alasan tak kuat aku bermalam di Polewali, paginya ku susuri teman KKN-ku termasuk rumahnya Ria ahirnya aku menemukan Rumahnya Bunda,  aku disuruh beristirahat. “ merombomo’o na meputeh tongan’o Aris” sambil memujiku melihat badanku yang gemuk dan tidak hitam dibanding ketika KKN. “ya’ Iyya Bunda siapa saja pasti hitam kalo di tempat KKN, namanya mengabdi untuk mansyarakat “. “iyya, pandundu koppimu, kesini itu sebentar Ria. Karna mau-i ke Wono, ku suruh nanti singgah.” Aku jadi tidak sabar ingin ketemu Ria, bagaimana dia. Namun aku harus shalat jum’at dulu.

            Mesjid sedang dalam pembangunan, yang di tempati jama’ah. Semuanya pake sarung. Tapi aku  menolak waktu disuruh pake sarung suaminya Bunda, hanya peci yang ku pinjam, ya Allah Bahasa Mandar  tentunya aku sedikit tau, namun yach hanya sedikit saja. Itulah kalo kita tinggal di tempat yang hanya ada satu suku saja. Tanpa memikirkan jika ada musaffir yang singgah untuk shalat seperti saya. Setelah shalat dan baring sekitar sejam. Kulihat ada cewek, memakai baju biru nan cantik... Tas Biru yang indah dan sebotol minuman di tangan kanannya. Dia mulai mendekat.. benarkah ini Ria...??? atau Syahrini.. ??? Apakah aku Mimpi....???.

( Penulis mohon maaf yach, ya ini kerjaannya Aris. Kisahnya terlalu panjang. Dan belum menyentuh judulnya. Insya Allah akan dilanjutkan di “ Sepasang Petir di Kabut Asa 2”)


Diselesaikan di Tobadak II, Mamuju-Sulawesi Barat-tak bisa tidur dengan penyakit sarampa'.
Pukul : 02.30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar